"Kaya itu relatif, bergantung pada tempat, waktu dan gaya hidup."
Ketika kita mendengar kata "kaya" maka yang sering tergambar dalam pikiran kita adalah suatu kehidupan yang mewah, barang-barang mewah, mobil-mobil mewah, rumah mewah, uang berlimpah dan lain sebagainya. Namun ternyata, menurut berbagai referensi bahwa kaya sesungguhnya bukanlah seperti itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kaya adalah mempunyai banyak harta (uang dan sebagainya). Harta itu dapat berupa uang dan aset lain baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible). Contoh aset yang berwujud adalah tanah, bangunan, kendaraan dan lain sebagainya. Contoh aset tidak berwujud adalah ilmu pengetahuan, pengalaman, hubungan dan lain sebagainya.
Pertanyaannya adalah seberapa banyak harta (uang dan sebagainya) seseorang dapat dikatakan kaya?
Menurut majalah Forbes seseorang dapat dikatakan kaya apabila memiliki penghasilan di atas US$ 1 juta (± Rp 13,5 milyar) per tahun. Hal ini rasanya kurang tepat, karena orang yang tinggal di desa dengan penghasilan Rp 1 milyar per tahun kadang sudah dapat dikatakan orang kaya, lalu jika dia pindah ke kota atau 10 tahun kemudian dengan penghasilan yang sama apakah juga masih menjadi orang kaya? Atau jika pengeluarannya lebih besar dari penghasilannya per tahun apakah juga dapat dikatakan sebagai orang kaya? Belum tentu bukan?
Menurut Robert T Kiyosaki kaya adalah bukan berapa besar active income melainkan apabila passive income lebih besar dari biaya hidup. Pasive income adalah uang yang masuk terus tanpa bekerja. Kekayaan adalah kemampuan bertahan hidup dengan gaya hidup yang ada tanpa harus bekerja. Bila besok kita berhenti bekerja, berapa lama kita dapat bertahan hidup dengan gaya hidup kita yang sekarang tanpa harus menjual aset-aset kita. Orang yang mempunyai penghasilan US$ 1 juta per tahun namun pengeluarannya US$ 1,2 juta per tahun bukanlah orang kaya.
Dalam pandangan Islam, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah berkata “Bukanlah yang dinamakan kaya itu karena banyak harta, tetapi yang dinamakan kaya sebenarnya adalah kayanya jiwa.” Hadist ini jelas menyatakan bahwa Rasulullah memiliki definisi berbeda dengan kebanyakan kita tentang siapa orang kaya seperti daftar orang-orang kaya yang dirilis majalah Forbes setiap tahunnya.
Banyaknya harta (uang dan sebagainya) adalah sebuah nilai yang relatif. Orang yang tinggal di desa tentu berbeda ukurannya dengan yang tinggal di kota. Orang yang tinggal di negara berkembang tentu berbeda ukurannya dengan yang tinggal di negara maju. Orang kaya di masa lalu tentu berbeda ukurannya dengan orang kaya di zaman sekarang. Orang kaya di zaman sekarang belum tentu termasuk orang kaya di masa yang akan datang. Orang dengan gaya hidup sederhana juga berbeda ukuran kaya dibandingkan orang dengan gaya hidup mewah.
Jadi, kaya itu bukan sesuatu yang absolut. Kaya itu relatif terhadap tempat, waktu dan gaya hidup. Menjadi kaya atau miskin itu masalah mental. Kita boleh hidup di tempat yang berbeda dengan gaya hidup yang berbeda, namun kita memiliki waktu yang sama 24 jam sehari. Orang yang dapat mengatur waktu dengan efektif akan menjadi lebih produktif dan dapat menghasilkan uang lebih banyak. Orang yang dapat mengatur gaya hidup dengan baik yaitu mengatur pengeluarannya lebih kecil dari penghasilannya akan memupuk kekayaan dari waktu ke waktu.
Orang yang lapang dada selalu merasa kaya, meskipun minim harta. Sebaliknya, orang yang bermental miskin selalu merasa kurang, meskipun banyak harta. Jadilah orang yang hati, jiwa, dan pikiran selalu merasa kaya.
Ketika kita mendengar kata "kaya" maka yang sering tergambar dalam pikiran kita adalah suatu kehidupan yang mewah, barang-barang mewah, mobil-mobil mewah, rumah mewah, uang berlimpah dan lain sebagainya. Namun ternyata, menurut berbagai referensi bahwa kaya sesungguhnya bukanlah seperti itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kaya adalah mempunyai banyak harta (uang dan sebagainya). Harta itu dapat berupa uang dan aset lain baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible). Contoh aset yang berwujud adalah tanah, bangunan, kendaraan dan lain sebagainya. Contoh aset tidak berwujud adalah ilmu pengetahuan, pengalaman, hubungan dan lain sebagainya.
Pertanyaannya adalah seberapa banyak harta (uang dan sebagainya) seseorang dapat dikatakan kaya?
Menurut majalah Forbes seseorang dapat dikatakan kaya apabila memiliki penghasilan di atas US$ 1 juta (± Rp 13,5 milyar) per tahun. Hal ini rasanya kurang tepat, karena orang yang tinggal di desa dengan penghasilan Rp 1 milyar per tahun kadang sudah dapat dikatakan orang kaya, lalu jika dia pindah ke kota atau 10 tahun kemudian dengan penghasilan yang sama apakah juga masih menjadi orang kaya? Atau jika pengeluarannya lebih besar dari penghasilannya per tahun apakah juga dapat dikatakan sebagai orang kaya? Belum tentu bukan?
Menurut Robert T Kiyosaki kaya adalah bukan berapa besar active income melainkan apabila passive income lebih besar dari biaya hidup. Pasive income adalah uang yang masuk terus tanpa bekerja. Kekayaan adalah kemampuan bertahan hidup dengan gaya hidup yang ada tanpa harus bekerja. Bila besok kita berhenti bekerja, berapa lama kita dapat bertahan hidup dengan gaya hidup kita yang sekarang tanpa harus menjual aset-aset kita. Orang yang mempunyai penghasilan US$ 1 juta per tahun namun pengeluarannya US$ 1,2 juta per tahun bukanlah orang kaya.
Dalam pandangan Islam, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah berkata “Bukanlah yang dinamakan kaya itu karena banyak harta, tetapi yang dinamakan kaya sebenarnya adalah kayanya jiwa.” Hadist ini jelas menyatakan bahwa Rasulullah memiliki definisi berbeda dengan kebanyakan kita tentang siapa orang kaya seperti daftar orang-orang kaya yang dirilis majalah Forbes setiap tahunnya.
Banyaknya harta (uang dan sebagainya) adalah sebuah nilai yang relatif. Orang yang tinggal di desa tentu berbeda ukurannya dengan yang tinggal di kota. Orang yang tinggal di negara berkembang tentu berbeda ukurannya dengan yang tinggal di negara maju. Orang kaya di masa lalu tentu berbeda ukurannya dengan orang kaya di zaman sekarang. Orang kaya di zaman sekarang belum tentu termasuk orang kaya di masa yang akan datang. Orang dengan gaya hidup sederhana juga berbeda ukuran kaya dibandingkan orang dengan gaya hidup mewah.
Jadi, kaya itu bukan sesuatu yang absolut. Kaya itu relatif terhadap tempat, waktu dan gaya hidup. Menjadi kaya atau miskin itu masalah mental. Kita boleh hidup di tempat yang berbeda dengan gaya hidup yang berbeda, namun kita memiliki waktu yang sama 24 jam sehari. Orang yang dapat mengatur waktu dengan efektif akan menjadi lebih produktif dan dapat menghasilkan uang lebih banyak. Orang yang dapat mengatur gaya hidup dengan baik yaitu mengatur pengeluarannya lebih kecil dari penghasilannya akan memupuk kekayaan dari waktu ke waktu.
Orang yang lapang dada selalu merasa kaya, meskipun minim harta. Sebaliknya, orang yang bermental miskin selalu merasa kurang, meskipun banyak harta. Jadilah orang yang hati, jiwa, dan pikiran selalu merasa kaya.
mantap pak ... gittuuuu...
ReplyDelete